Monday, August 4, 2008

perawat dan televisi

KEPERAWATAN & TELEVISI

Keperawatan sebenarnya sudah ditetapkan menjadi suatu profesi yang professional kurang lebih sejak 22 tahun yang lalu. Sebagai suatu profesi maka keperawatan mempunyai body of knowledge yang menjadi dasar dalam melaksanakan tugas dan perannya.
Dalam melakukan tugasnya, yang disebut sebagai asuhan keperawatan, yang merupakan rangkaian kegiatan: pengkajian data pasien, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan asuhan keperawatan, data evaluasi.

Dalam kurun waktu diatas, dapat dikatakan profesi keperawatan ini mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan maraknya pendirian pendidikan sarjana keperawatan yang walaupun dalam perjalanannya dapat merugikan profesi keperawatan itu sendiri karena beberapa institusi penyelenggara pendidikan tidak dikelola dengan baik.
Selain itu dalam praktek keperawatan juga mengalami kemajuan, misalnya dikembangkannya model praktek keperawatan professional di berbagai rumah sakit, perkembangan perawatan luka, dikembangkannya standar asuhan keperawatan dan lain sebagainya.

Dari legalitas praktek profesi, sekarang ini sudah juga ditetapkan peraturan untuk perijinan praktek. Bahkan beberapa rumah sakit sudah mensyaratkan perawatnya untuk memiliki ijin praktek tersebut untuk dapat bekerja di rumah sakit.

Berlawanan dengan kemajuan dalam dunia keperawatan, di kondisi yang sebenarnya image seorang perawat bagi sebagian besar masyarakat masih belum baik, masih sebagai kelas dua dalam profesi kesehatan. Image tersebut makin didukung dengan tayang di televisi yang belum bersahabat dengan perawat.

Hampir di semua sinetron dalam negeri yang ditayangkan di berbagai stasiun televisi, perawat digambarkan sebagai sosok yang judes, dan tidak bersahabat. Dalam satu sinetron perawat digambarkan bekerja di front office dan menolak seorang pasien karena tidak ada biaya. Selain itu dalam beberapa sinetron perawat masih berperan sebagai pembantu dokter, dan sering melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

Memang tidak semua tayangan di televisi mendiskreditkan perawat, serial mengenai situasi di instalasi gawat darurat (Emergency Room), dapat dikatakan mampu mengambarkan profesi perawat yang ideal. Di serial tersebut perawat digambarkan sebagai sosok yang mampu melaksanakan tugas keperawatannya secara mandiri dan mampu berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain.

Adanya sebuah film dokumenter yang memperlihatkan betapa mulianya seorang perawat yang bekerja antar pulau membuat saya bisa sedikit tersenyum. Perawat tersebut digambarkan harus menyeberang lautan dengan sebuah perahu kecil selama puluhan tahun untuk melaksanakan kewajibannya dan itu semua dilakukannya dengan ikhlas. Walaupun di film tersebut disebutkan bahwa sang perawat terkadang melaksanakan tugas yang bukan wewenangnya, namun hal itu disebabkan karena terbatasnya petugas medis dan fasilitas yang tersedia.

Self assessment and peer assessment

SELF DAN PEER ASSESSMENT UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI: SEBUAH ALTERNATIF DALAM ASSESSMENT

ASSESSMENT
Assessment merupakan salah satu dari kegiatan utama dalam pendidikan. Assessment baik formatif maupun sumatif mempunyai tujuan sebagai berikut:(1) memberikan gambaran apakah mahasiswa dapat diluluskan atau tidak dengan melihat penguasaan terhadap pengetahuan dan ketrampilan (2)menentukan kesiapan mahasiswa untuk mengikuti proses pembelajaran
(3) memotivasi mahasiswa untuk belajar (4) evaluasi bagi staf untuk mengukur keefektifan proses pengajaran (5) memberikan umpan balik bagi mahasiswa untuk peningkatan perfoma (6) memberikan informasi tentang profil kelebihan dan kekerangan mahasiswa. 1,2,3,

Self assessment dan peer assessment merupakan bagian dari assessment yang dilaksanakan oleh mahasiswa, dan dapat berfungsi baik sebagai formatif maupun sumatif assessment. Kedua metode assessment ini sebenarnya bukanlah merupakan suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan, namun baru akhir – akhir ini banyak diterapkan oleh institusi pendidikan profesi kesehatan. 4

SELF ASSESSMENT
Self assessment menurut Boud mempunyai karakteristik yang dapat didefinisikan sebagai berikut: melibatkan mahasiswa dalam mengidentifikasi standar dan atau criteria untuk self assessmentyang akan diaplikasikan dalam tugas dan membuat keputusan apakah tugas tersebut telah memenuhi standar atau belum. 4
Self assessment ini dipandang sebagai hal yang penting dalam pembelajaran menuju long life learner karena itu perlu dikembangkan di setiap insitusi pendidikan profesi kesehatan. 4,5 Self assessment sendiri merupakan suatu hal yang dapat dipelajari dan dapat dimodifikasi melalui pendidikan, dan keakuratan hasil assessment ini akan meningkat seiring dengan waktu pendidikan. 6 Kemampuan untuk melakukan self assessment dengan akurat akan meningkatan efektifitas self management dalam belajar. 7
Melalui ini mahasiswa dapat mempelajari yang terbaik saat mereka dibantu untuk mendefinisikan permasalahan mereka, mengetahui dan menerima kelebihan dan kekurangan, mengambil keputusan dan mengevaluasi konsekuensi dari keputusan yang diambil. 6


Self assessment sendiri dapat diterapkan untuk berbagai hal antara lain: (1) self monitoring individual dan melihat kemajuan (2) cara untuk meningkatkan praktek belajar yang baik dan belajar bagaimana mempelajari ketrampilan (3) diagnosis dan remediasi (4) pengganti bentuk assessment yang lain (5) kegiatan belajar yang didesain untuk mengembangkan professional (6) meningkatkan belajar untuk konteks yang luas (7) mereview pencapaian sebagai alat untukmengenali prior learning (8) mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam berpikir kritis (9) menentukan criteria yang akan digunakan untuk menilai tugas mahasiswa.4,8

Adapun proses dalam self assessment sendiri dapat meliputi: review mahasiswa terhadap perfoma mereka sendiri, penjelasan mahasiswa terhadap suatu proses, deksripsi terobosan dalam perkembangan mereka, evaluasi perfoma mahasiswa, mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dan menilai profieciency mahasiswa. 5,9

Untuk meningkatkan kredibilitas dari self assessment, dianjurkan untuk melakukan metode berikut: self marking dan penyamaan kriteria dalam satu kelas. Self marking adalah memberikan model jawaban dan komentar yang detail kepada mahasiswa untuk dibandingkan dengan jawaban mereka sendiri, kemudian mahasiswa diberikan kertas untuk menilai hasil perbandingan tersebut. Sedangkan penyamaan kriteria dalam kelas adalah kriteria yang disetujui dalam satu kelas antara mahasiswa dengan dosen. Kriteria ini kemudian digunakan setiap mahasiswa untuk memberikan kritik atas jawaban mereka. Hasilnya kemudian dikumpulkan ke dosen untuk diberikan nilai atas komentar dan jawaban mahasiswa. 8

PEER ASSESSMENT
Peer assessment merupakan assessment yang dilakukan oleh satu mahasiswa terhadap mahasiswa yang lain. 10 Ada beberapa istilah yang sering digunakan yaitu peer review, peer evaluation, namun pada dasarnya mempunyai pengertian dan maksud yang sama. Metode assessment ini merupakan salah satu inovasi dalam assessment yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas belajar dan memberdayakan mahasiswa. Pendidikan profesi keperawatan dan kebidanan sudah lama menggunakan metode ini dalam assessment di klinik. 11

Metode ini tidak hanya dapat dilakukan pada saat ujian akhir namun juga saat menentukan kriteria, seleksi achievement dan menilai kompetensi. 10,12 Peer assessment ini juga dapat dilakukan untuk mengembangkan mahasiswa dalam bekerjasama, menjadi kritis terhadap pekerjaan mahasiswa lain dan menerima kritikan terhadap pekerjaan mereka. 8

Peer assessment mempunyai keuntungan sebagai berikut; (1) membantu mahasiswa menjadi lebih mandiri, bertanggung jawab dan merasa lebih dilibatkan (2) mendorong mahasiswa untuk lebih kritis dalam menganalisa pekerjaan dan melihatnya lebih dari sekedar nilai (3) membantuk mengklarifikasi criteria assessment (4) memberikan rentang yang lebih luas untuk feed back (5) mendekatkan pada situasi karir dimana penilaian dilakukan oleh kelompok (6) mengurangi beban dosen dalam menilai (7) mendorong deep learning dari pada surface learning (8) menjadikan assessment sebagai bagian dari proses pembelajaran, sehingga kesalahan adalah suatau kesempatan bukan kegagalan (9) mempraktekkan transferable skill yang diperlukan untuk long life learning, yaitu kemampuan evaluasi (10) menggunakan metode evaluasi eksternal sebagai mode untuk assessment internal (meta kognisi). 10, 13

Sedangkan kekurangan dari peer assessment ini adalah: (1) kurangnya kemampuan mahasiswa dalam mengevaluasi/menilai mahasiswa lain (2) mahasiswa mungkin kurang bersungguh, melibatkan rasa pertemanan, hiburan yang mempengaruhi hasil penilaian (3) mahasiswa mungkin kurang menyukai peer marking karena ada kemungkinan diskriminasi dan adanya salah paham (4) mahasiswa mungkin mis informasi satu sama lain apabila tanpa adanya intervensi dosen. 13

Metode assessment ini dapat dilakukan baik sebagai formatif maupun sumatif. Adapun sebagai sumatif dapat diterapkan pada kegiatan sebagai berikut: penulisan essay, ketrampilan klinik, presentasi oral, desain arsitektur, ketrampilan interpersonal, fotografi dan kegiatan kelompok kecil. 13

Peer assessment untuk menilai kompetensi menurut Ramsey merupakan metode yang valid dan reliable untuk mengassess dua dimensi dalam perfoma klinik: (1) dimensi kognitif dan manajemen klinis (2) dimensi humanistic dan psikososial. 14

Strategi yang dapat dilakukan untuk menerapkan metode ini adalah dengan peer marking, yaitu: penetapan item dan criteria assessment oleh dosen dan mahasiswa, yang kemudian dijadikan learning outcome yang disepakati. Item assessment yang telah dijawab dibagikan secara random ke mahasiswa untuk dicek dan diberikan nilai , kemudian hasilnya diserahkan ke dosen untuk dicatat dan kemudian dikembalikan ke mahasiswa semuanya (nilai dan hasil evaluasi/komentar). 8 Dalam pelaksanaan peer assessment perlu diperhatikan dalam kualitas assessment ini adalah reliabilitas, rasa pertemanan, dan ekivalensi. 12

KEMUNGKINAN IMPLEMENTASI SELF DAN PEER ASSESSMENT
Self dan peer assessment dapat diimplementasikan dalam beberapa kegiatan di proses belajar mengajar.
a. Tutorial
Metode assessment ini dapat dilakukan pada saat kegiatan presentasi/diskusi pleno tutorial. Pada kegiatan tersebut mahasiswa dapat diminta untuk memberikan penilaian kepada mahasiswa lain saat presentasi. Penilaian tersebut dapat dengan menggunakan parameter: content, cara presentasi, strategi interaksi dengan audiens, kemudahan audien dalam memahami (bahasa), cara berbicara, style, penggunaan multi media, referensi yang diambil. Penilaian dapat dengan menggunakan skala Likert; 1 – 5 (tidak baik - baik sekali). Hasil penilaian selanjutnya diserahkan ke tutor. 15

Adapun saat kegiatan tutorial dapat digabungkan antara self dan peer assessment. Mahasiswa diminta untuk menilai dirinya sendiri dengan menggunakan format yang digunakan untuk menilai saat tutorial. Selanjutnya format tersebut diputar sehingga masing – masing mahasiswa dapat menilai temannya. Hasil penilaian/evaluasi tersebut dikembalikan ke mahasiswa sesuai dengan nama yang tercantum di format. Kombinasi penilaian tersebut mahasiswa dapat membandingkan penilaian terhadap dirinya dan hasil penilaian yang diberikan oleh mahasiswa lain.

b. pendidikan di klinik
Peer assessment dianjurkan untuk menjadi assessment formatif pada saat pendidikan klinik, karena dapat memberikan banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengobservasi teman. Selain itu peer assessment yang dilakukan sedini mungkin akan dapat menjadi predictor untuk rangking evaluasi performa dan perfoma internship mahasiswa. 14,16
Pada metode assessment ini mahasiswa dapat diminta untuk saling menilai. Adapun penilaian dapat meliputi 2 faktor : kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan kebiasaan pribadi. Subscale dari 2 faktor tersebut antara lain: kesabaran dan empati, berusaha memahami teman, berusaha dan berespon terhadap feedback, berkontribusi dalam kelompok, kejujuran, kejujuran dalam laporan dan memperbaiki kesalahan. Penilaian dapat dirangking : bagus, bagus sekali dan excellent.16

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Arnold dengan metode triangulasi untuk mengetahui persepktif mahasiswa kedokteran dalam peer assessmen terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan peer assessment.17
a. siapa yang terlibat
Ada beberapa isu yang akan mempengaruhi partisipasi mahasiswa dalam pelaksanaan peer assessment ini. Isu tersebut adalah siapa yang akan; mengawal jalannya peer assessment, memberi feedback, menerima feedback.
Ada kemungkinan mahasiswa untuk memberikan penilaian, karena mereka takut terhadap persahabatan mereka apabila memberikan feedback, meskipun mereka menyadari bahwa hasil penilaian akan baik untuk peningkatan perilaku mereka. Kemungkinan mahasiswa tidak terlalu bersemangat dalam menilai, karena mereka menganggap feedback yang diberikan tidak akan merubah perilaku. Seorang mediator diperlukan untuk memfasilitasi dan menjaga kenyamanan apabila peer assessment ini dilaksanakan secara langsung.17

b. mekanisme
Ada dua mekanisme dalam pelaksanaan peer assessment: formal dan informal. Peer assessment informal dapat dilaksanakan saat diskusi harian dan hasilnya dapat sebagai assessment formatif. Selain mekanisme tersebut diatas perlu diperhatikan lama waktu pelaksanaan (semakin cepat semakin baik), spesifitas (semakin konkret pertanyaan dan komentar akan semakin baik) dan komputerisasi. 17

c. content
Partisipasi mahasiswa dalam peer assessment akan meningkat jika mereka mengetahui hal/domain perilaku yang dinilai. Penilaian dapat diberikan dari segi positif terlebih dahulu karena dapat meningkatkan perilaku yang tepat, mudah dituliskan, dan tidak menyakiti. Untuk penilaian negatif harus berhati – hati karena dapat menyakiti dan mungkin tidak akan mengubah perilaku tersebut. 17

d. manfaat
Manfaat peer assessment dapat sebagai formatif maupun sumatif. Sebagai formatif karena mahasiswa akan dapat memperbaiki perilaku yang kurang tepat, meningkatkan perilaku yang sudah baik,dan dapat mempelajari profesionalitas. Sedangkan sebagai sumatif apabila akan mempengaruhi kelulusan. 17

e. anonimitas
Nama yang tidak disebutkan saat menilai akan menjaga baik mahasiswa penilai maupun yang dinilai, meningkatkan kenyamanan dalam memberikan penilaian. Selain anonimitas dapat pula dikembangkan system assessment yang aman/rahasia, dimana akan dapat dilakukan verifikasi dan terjaga akuntabilitasnya. 17

KESIMPULAN
Metode self dan peer assessment ini mempunyai kelebihan dan keuntungan dalam pelaksanaanya, dan dapat diimplementasikan ke beberapa proses pembelajaran. Beberapa hal perlu diperhatikan sebelum melaksanakan kedua metode ini: siapa yang terlibat, manfaat, mekanisme, content dan anonimitas. Pelaksanaan metode assessment ini apabila dirancang dan dipersiapkan dengan baik akan dapat memberikan hasil yang baik pula.

DAFTAR PUSTAKA

1. Quality Assurance Agency. (2006). Code Practice for the Assurance of Academic Quality and Standards in Higher Education. The Quality Assurance Agency for Higher Education

2. Newble, D (1987). A Handbook for Medical Teachers. 2nd edition. MTP Press Limited. Lancaster.

3. Dent, AJ., Harden. RM. (2005). A Practical Guide For Medical Teachers.2nd edition. Elsevier. London

4. Boud, D. (1995). Enhancing Learning through Self- Assessment. London. Kogan Page

5. Rahayu, GR.(2005).Assessment Methods for Measuring Clinical Competence. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia. Vol 1 (1)

6. Fitzgerald, J.,White, B.C,Gruppeb, L.D. (2003). A Longitudinal Study of Self Assessment Accuracy. Medical Education. Vol 37,pp 645 – 649.

7. Langendyk,V. (2006). Not knowing that they do not know: self-assessment
accuracy of third-year medical students. Medical Education, vol 40,pp: 173- 179.

8. Academic Committee (2001) Guidelines For Group Assessment, Self Assessment And Peer Assessment.
9.
10. Matheos,N, et al. (2004). The interactive examination: assessing students’
self-assessment ability. Medical Education, Vol 38. pp: 378 – 389.

11. Bostock,S. Student Peer Assessment. Available at
http://www.keeleac.uk.

12. Swayer, A. (2005). A Study find support for peer review of Clinical Assessment. Nursing Standard, Vol 19 (27).pp 21.


13. Norcini, J.J. (2003). Peer Assessment of Competence. Medical Education, vol 37,pp: 539 – 543.


14. (No name) Peer Assessment.

15. Dannefer, FE, et al ( 2005). Peer Assessment of Professional Competence. Medical Education, vol 39. pp 713 – 722.

16. Manzar, S. (2004). Introducing peer evaluation during tutorial presentation. Medical Education, vol 38 pp 1188 – 1189

17. Lurie, S, et al (2007). Relationship Between Peer Assessment During Medical School,Dean’s Letter Rankings, and Ratings by Internship Directors. Journal of General Internal Medicine.

18. Arnold, L, et al. (2005). Medical Students’ Views on Peer Assessment of Professionalism. Journal
of General Internal Medicine.

Stressor and Ways of Coping utilized by nurses

Stressor and Ways of Coping Utilized Nurses

I. Introduction
Nursing has been identified as an occupation which has high levels of stress. In addition, nurses, who work in Intensive Care Unit (ICU), emergency, and pediatric have higher levels of stress (Yunyan , 2006). They mostly face high stressful condition in their daily job, such as: using high - technology medical equipment, delivering nursing care for patients with complex diseases and needs, and experiencing life and death events. Therefore, nurses, particularly who work in higher stressful workplace, need to cope with those stressful condition physically and psychologically. The effective coping mechanisms and reduce stress can improve the quality of patient care and safety. The study about stressor and coping in nursing is important due to the significance related to job satisfaction, stress, coping skills (Hays, 2006).

Nurses deliver their care 24 hours per day, 7 days per week. They have to deliver qualified nursing care starting from assessing, diagnosing, planning interventions, implementing nursing actions, evaluating and doing documentation. In addition, nurses do not only interact with the patients, but also with their families while they also have to interact with other health care team. ICU nurses have to be able to work in rapid rhythm, regarding to emergency cases. They also have to be well – acquaintanced with high tech machines. The nurses also often experience life and dead events.

II. Discussion
Stress according to Selye as cited in Hays (2006) is “a set of bodily defenses against any form of noxious stimuli, physical or psychological”. Selye labeled his theory as “General Adaptation Syndrome”. In his theory, Selye discussed, if people perceived stressor, their body will alert or activate an alarm reaction, “to fight or to flight”. If the stressor still resisted, the body will adapt and defend. Furthermore, if the stress continues, the body will be exhausted, and diseases can affect people easily. Stressor could be from environment and situation. Lambert (2004) conceptualized job stress, which include into environmental stressor, as “the outcome of disparity that exists between an individual’s perception of the characteristics of a specific role and what the person is achieving when currently carrying out the specific role” (Yunyan , 2006).

Some expert says stressors can be viewed positively and can be looked as challenge to deal in individual’s daily life. On the other hand, stressful condition may have negative impact; long term and negatively perceived stressor can affect one’s health, physically and mentally ( Lazarus and Forman, cited in Yunyan , 2006). ICU nurses have to experience high workplace stressor in their daily life, include complex diseases, deliver complex patients care, use well advanced and high tech medical equipment, and often face death – life condition. They may perceive stressor negatively due to prolonged stressful workplace they face, and it may affect them physically and mentally.

Coping can be defined as” the cognitive and behavioral efforts maintained to manage external and/or internal demands, which were perceived as taxing to an individual “. In addition, Lazarus and Folkman as cited by Hays (2006) define coping as “a response to a demand, not an automatic response to the environment “. Managing or altering the needs, which occur internally within oneself and externally in the environment, is the function of coping, Hays (2006). The purpose of utilizing coping itself, is not to control the needs, but to abide, minimize, accept, or neglect them. Individual’s coping may different over the time, it relates to the change of the needs and environment (Hays, 2006).

There are two types of coping, which can be utilized when one perceived stressful condition. The first type is problem – focused coping. The aim of problem – focused coping is to subjugate the needs of the situation or to extend the resources to deal them. Problem – focused coping is used when one thinks that the demand is changeable. This type of coping include; planful – problem solving and confrontive coping. The planful – problem solving is utilized when people analyze the situation to attain solutions then they take direct action to correct the problem. In addition, confrontive coping can defined as admitting assertive action when anger and risk is involved (lecture, ). Healy and Mc Kay (2000) add that problem – focused coping related to less mood disturbance.

The second type of coping is emotion-focused coping. The aim of the emotion – focused coping is to control the emotional response to stressor. It can be utilized both behaviorally (using drug, alcohol, social support and distraction) and cognitively (modifying the meaning of stressors). People often utilize emotion – focused coping when they think the can not change the demand or have lack of resources to change the demand. It includes seeking social support, escape-avoidance, distancing, self – control, accepting responsibility and positive reappraisal. Seeking social support actually can be both problem – solving and emotion – focused coping. People use distancing as their cognitive attempt to come off. Escape – avoidance is a wishful thinking or taking action to escape or avoid the stressor, while self – control is an effort to regulate feelings in response to the stressor. However according to Healy and Mc Kay (2000), using avoidance coping is associated with an increasing in mood disturbance. Another type of emotion – focused coping is accepting responsibility, it is used as coping when one’s recognizes his/her role in the situation while trying to put things right. One utilizes positive reappraisal as his coping when he creates positive meaning (Introduction to health psychology )

So what are the stressors for nurses and in what ways nurses can deal with? Stressor in the workplace can vary from one hospital to another, and the way the nurses perceive the most and the least stressful workplace stressor also vary as well. According to Hays (2006), there are several stressors for ICU nurses related to work environment, for example: noisy work environment, lack of staff, unnecessary prolongation of life, issues concerning patient families, feeling of inadequacy, fear of making error treatment, exposure to death and dying, critical unstable patient, responsibility/decision making. Hays (2006) states the most stressful stressor for US nurses, who works in ICU is the shortage of staff.

Yunyan (2006) adds other stressors for head nurses; high job demand, conflict with physician, poor relationship with supervisor. In addition, she states other stressful condition related to work environment due to lack of security and being moved among different patient-care units within the organization. Yunyan (2006), based on her study also states the highest workplace stressor according to Chinese head nurses is workload.

Perry (2005) states that workplace stressor faced by the nurses, especially anesthetic nurses in the US could be classified into two types, patient – related care and administrative stressor. The patient – care related stressors include certain surgical case, patient death and patient complications. While the administrative stressors are workload, production procedure, issue in staffing and workload.

Kingdon and Halvorsen (20006) find different finding of the most stressful stressor among perioperative nurses. The most stressful workplace stressor they perceive is patient dying events. In addition, they also perceive pressure to work faster and equipment that does not work as other stressor. The operating room nurses may perceive stressor differently from other nurses since their work depends on instruments, so if the instruments do not work properly it will be a stressor for them.

Based on the studies conducted by previous researchers, we can summarize that the most stressful workplace stressors (administrative stressors) are workload, shortage of staff and pressure in work. This conclusion shows that work place stressor perceived by nurses both in the Western and the Eastern culture is almost similar.

While being exposed to stressful workplace in their daily jobs, nurses must be able to cope well. There are two types of coping which nurses can utilize, problem- solving coping and emotion – focused coping. Margaret A, Hays, et al (2006) states from their study that the most ICU nurses in the US use emotion – focused coping as their way to deal with the stressor. Mostly, they use escape – avoidance coping, means that they think wishfully or take action to escape the stressors or avoid them. Unfortunately, using avoidance coping could increase mood disturbance, (Healy and Mc Kay, 2000). Other nurses utilize positive reappraisal and self- controlling, which means they regulate to create respond to stressor or they create meaning of the stressor they face positively.

A similar coping also utilized by Chinese nurses, as reported by Yunyan (2006). There are three top ways of coping used by nurses in China, however they do not only use emotion – focused coping which utilized mostly by the US nurses, but they also use problem – solving coping. The first preferred coping is positive reappraisal; means that nurses in China create the meaning of the stressors positively. The second preferred coping is planful – problem solving, which means Chinese nurses analyze the situation to make solutions of the problem then they take action directly to correct it. Another ways of coping used by Chinese nurses is self – control, they try to regulate their feeling in response to stressor. In addition, there was changing in coping utilized by the US nurse managers within two decades, from planful- problem solving in 1980’s to escape – avoidance in 2000’s (Shirey, 2006).

III. Conclusion
In conclusion, the ICU nurses have higher level of job stress in term of delivering complex nursing care, utilizing high- technology medical equipment and experience life –death events. The most stressful workplace stressors perceived by nurses are workload and shortage of staff. Nurses have to deal with those stressor by utilizing appropriate coping. Most nurses use emotion - focused coping, such as creating positive meaning (reappraisal), thinking wishfully and taking action to escape or avoid the stressor (escape avoidance), and regulating their feeling in response to stressor. Another coping utilized by nurses is planful – problem solving (analyzing the situation or the problem to make solutions and taking action to correct it directly). In my opinion, the nurses should be train to use appropriate coping, especially problem – focused coping due to its impact in less mood disturbance.

Reference:
Hays, M.A., et al (2006). Reported Stressors And Ways Of Coping Utilized By Intensive Care Unit Nurses. Dimensions Critical Care Nursing, 25 (4), pp 185 – 193. Available at: http://www.search.ebscohost.com

Healy, M.C., Mc Kay, M.F. (2000). Nursing Stress: the Effects of Coping Strategies and Job Satisfaction in a sample of Australian Nurses. Journal of Advanced Nursing, 31 (3), pp 681 – 688 . Available at: http://www.search.ebscohost.com

Kingdon, B., Halvorsen, F. (2006). Perioperative Nurses’ Perception of Stress in Workplace. Association of Operating Room Nurses AORN Journal, 84,4. Available at : http://proquest.umi.com/pqdweb?index=9&did=1144882421&SrchMode=1&sid=2&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=1190350117&clientId=44687

Perry, R.T. (2005). The Certified Registered Nurse Anesthetist: Occupational Responsibilities, Perceived Stressor, Coping Strategies, And Work Relationships. AANA Journal, 73 (50) pp 351 – 356. Available at: http://www.search.ebscohost.com

Shirey, M. (2006). Stress and Coping in Nurse Manager : The Research of Two Decades. Nursing Economic, 24, 4. Available at: http://proquest.umi.com/pqdweb?index=17&did=1118040401&SrchMode=1&sid=3&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=1190351521&clientId=44687

Introduction to Health Psychology. Available at: http://www.psych.umn.edu/courses/spring07/kramerm/psy3617/lectures/lecture_23_health_psychology.pdf

Yunyan, X., Lambert, A.V (2006). Investigation Of The Relationships Among Workplace Stressors, Ways Of Coping And The Mental Health Of Chinese Head Nurses. Nursing and Health Science, 8, pp 147 – 155

Sunday, August 3, 2008

Soury Bread pudding

Ini adalah salah satu resep puding yang suka saya buat, soalnya mudah en cepet...dan satu lagi anak2 juga suka. Resep aslinya sih dari resep winter recipes nya Coles tapi udah di modif dikit..

Bahan:
4-5 slices bread
500 cc sour cream, tapi 300an udah cukup kok
150 gr sugar
2 eggs
sultana, jika suka

cara:
panaskan oven , suhu sekitar 200an
potong roti tawar menjadi lebih kecil, taruh diatas loyang, taburi dengan sultana
campur sugar, sour cream dan telur..kocok sebentar sehingga campuran menjadi lebih cair.
tuang campuran tadi keatas potongan roti tawar
panggang sekitar 30-40an menit atau sampai berwarna kecoklatan

Thursday, July 24, 2008

Something different

It's been six month for me to stay in Adelaide...many stories and experiences I have faced. Sekadar berbagi setelah experiences tersebut saya refleksikan dan ada beberapa hal yang membuat saya tertarik untuk menulisnya disini.



Independensi...mungkin itulah kata yang paling tepat untuk perbedaan yang pertama. Hampir setiap saat naik bus ato jalan ke shopping center saya melihat orang2 yang sudah senior (lanjut usia, red) juga sangat menikmati kehidupan. Walaupun saat berjalan harus dibantu dengan walker, scooter ato bahkan ada yang membawa tabung oksigen...mereka dengan bahagia melakukannya. Satu lagi pernah ada grandma yang tubuhnya udah tremor semua, kerutan banyak di wajahnya, tapi tetap pede untuk jalan sendiri. Saya coba bayangkan di Indonesia, kayaknya jarang banget ada lansia yang bepergian sendiri. Mungkin sih related dengan culture, tapi bagus juga sepertinya bila bisa diimplementasikan.

Selain lansia, disini orang2 yang disable juga bisa menikmati kehidupan...mereka bisa pergi naik bus dg menggunakan wheel chair (hampir setiap bus ada tempat khusus untuk yg menggunakan wheel chair) trus jalan2 di mall. Sesuatu yang kayaknya hampir mustahil dilihat di negeri kita.



Caring.... walaupun dibilang para bule individualistis, namun ternyata ngga juga... Waktu itu saya habis berjalan ke Cleland wildlife, saat turun dari bus sambil menggendong Danisha (anak ke2 saya) yang baru tidur, saya mencari tempat duduk di bus stop. Tiba-tiba ada seorang bapak yang melambai ke saya, "c'mon hurry up " katanya. Saya bingung kenapa emang, takutnya ada yang salah dengan saya. Ternyata di belakang bus yang saya naiki, ada bus dengan tujuan city yang akan saya naiki juga. Alhamdulillah...masih ada orang baik di dunia ini. Ternyata itu belum cukup, bapak tersebut langsung memberikan jalan buat saya untuk naik bus duluan, dimana banyak orang2 asia yang masih muda langsung masuk aja. Many thanks for you Sir..



Satu lagi, waktu itu saya naik bus pas mau pulang ke rumah. Di dalam bus ada dua teenagers yang bertanya ke sopirnya terkait suatu tempat. Si sopir menjawab I'm not so sure, tiba2 ada seorang ibu yang baru asik membaca buku langsung meresponsnya, "I'll go there, just stay with me".



Satu lagi, pas naek juga, ada seorang ibu berwajah asia yang berperawakan kecil...lebih kecil dari saya mau turun dan tangannya ga sampai untuk push button di bus, langsung ada seorang ibu yang memencetkannya. Alhamdulillah lagi....makin banyak orang baik di dunia ini.



Refleksi tersebut tentu membuat saya malu sendiri, sudahkah saya mensyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan ..padahal dalam QS Ar-Rahman berulangkali ada ayat yang artinya "dan nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan?", dan juga di QS Ibrahim, yang menerangkan bila kita bersyukur niscaya Allah makin akan melimpahkan rahmatNya.

Ya Allah...jadikanlah hambaMu ini termasuk orang yang selalu bisa mensyukuri segala nikmat yang Engkau berikan dan bisa menggunakan nikmatMu untuk segala kebaikan. Amin

Tuesday, July 8, 2008

Systematic Reviews

Istilah systematic reviews (SR) ini pertama kali saya tahu saat saya diharuskan mengambil subject ini semester kemarin.... agak ketinggalan jaman kali ya, but no worries...kata Rick (dosen saya) SR ini juga baru saja dikembangin di Australia dan Inggris kok satu dekade terakhir.

SR ini merupakan suatu proses yang terstruktur dimana kegiatan yang tercakup didalamnya adalah membuat rangkuman, melakukan critical appraisal, dan mensintesa hasil penelitian primer /evidence yang ada (Cook, Mulrow & Haynes 1997; Jones & Evans 2000). Sebelum SR ini berkembang, narrative reviews (NR) sudah dilakukan terlebih dahulu. SR dan NR ini mempunyai keuntungan dan kelemahan masing2. Di tulisan ini, saya akan lebih berfokus pada SR, maybe next time NR nya.

Tahapan dari SR ini dimulai dari menyusun pertanyaan penelitian, mencari literatur/sources yang relevan dengan menggunakan kriteria inklusi. Langkah selanjutnya adalah melakukan critical appraisal, mengekstrasi dan mensintesa serta membuat rekomendasi.

SR ini memiliki beberapa kelebihan, namun juga mempunyai kekurangan. Kelebihan SR ini adalah:
  • hasil SR lebih convincing dan powerful, hal ini dikarenakan sejak dari awal proses SR mengikuti pre planned method dan juga lebih rigourous (Evans & Kowanko 2000)
  • SR dapat menjawab masalah klinik dengan lebih spesifik (Jones & Evans 2000)
  • Kesimpulan SR ini lebih akurat dan powerful karena data disintesa secara kuantitatif dan berdasarkan pada penelitian yang memiliki evidence level yang tinggi, eg RCT (Cook et al 1997)

Sedangkan kelemahan SR ini adalah tidak dapat menjelaskan proses dan manajemen dari sebuah masalah klinik, dimana hal ini dapat terjawab oleh NR.

Referensi:

Cook, DJ, Mulrow, CD & Haynes, RB 1997. ‘Systematic reviews; synthesis of best evidence for clinical practice’, Annals of Internal Medicine, vol 126, pp. 376-380.

Evans, D & Kowanko, I 2000, ‘Literature reviews: evolution of a research methodology’, Australian Journal of Advanced Nursing, vol 18, no. 2, pp. 31-36.

Jones, T & Evans, D 2000, ‘Conducting a systematic review’, Australian Critical Care, vol 13, no.2, pp 66-71

Monday, July 7, 2008

PBL dan Critical Thinking

Artikel ini saya dapatkan secara kebetulan, saat searching artikel untuk assignment saya yang kedua di Systematic & Critical Reviews of Research. Saya melihat..... menarik juga content dari artikel ini.

Judul dari artikel tersebut adalah "A systematic review of selected evidence on developing nursing students’ critical thinking through problem-based learning" (Yuan, William & Fan 2008). Artikel ini merupakan systematic reviews dari beberapa hasil research yang sudah dilakukan dengan topik implementasi PBL dan perkembangan kemampuan critical thinking pada nursing students. Hasil2 research tersebut disearch di CINAHL, Proquest, Pubmed, dan Cochrane Library.

Hasil review ini menyebutkan bahwa dari evidence yang ada tidak mendukung pernyataan bahwa PBL dapat meningkatkan kemampuan critical thinking. Sehingga reviewer menyarankan untuk melakukan penelitian/review lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar dan penelitian yang mempunyai high value.

Sumber:
Yuan, H, Williams, BA & Fan, L 2008, A systematic review of selected evidence on developing nursing students’ critical thinking through problem-based learning, Nurse Educ. Today.